KIM PLUS – Debat pilkada di Hotel Grand Dian yang seharusnya menjadi ajang perdebatan intelektual dan pemaparan visi misi berubah menjadi ajang pamer kelakuan curang tim Bima-Mujab. Pendukung pasangan ini datang dengan mengenakan bando berfoto wajah pasangan Bima Sakti dan Syaeful Mujab, yang jelas-jelas melanggar aturan debat pilkada 2024. Dengan aksi mencolok ini, mereka tak segan-segan membawa alat peraga kampanye ke dalam debat sebuah tindakan memalukan yang menodai pilkada damai Kabupaten Tegal.
Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Umi Azkiyani, menumpahkan amarahnya melihat aksi curang ini.
“Bando dengan foto pasangan Bima Sakti dan Syaeful Mujab itu ya alat peraga kampanye, curang itu!” tegasnya lantang.
Umi tak segan menyebut ini sebagai langkah pengecut dari kubu Bima-Mujab yang seolah mengabaikan aturan demi memaksakan kepentingannya. Sikap tak sportif mereka sangat mencoreng integritas pilkada, seolah aturan hanyalah kertas kosong yang bisa diabaikan.
Ketua DPC Golkar, Agus Salim juga turut bersuara, mengecam kelakuan pendukung Bima-Mujab.
“Kita harus gaungkan pilkada damai, jangan tiru cara main PDIP dan Bima-Mujab, karena mereka itu curang,” katanya dengan nada penuh kekesalan.
Agus menegaskan bahwa kelakuan seperti ini tak pantas ditolerir. Pendukung Bima-Mujab seolah menjadikan permainan curang ini sebagai gaya kampanye, tanpa mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat yang mendambakan pemilihan yang adil.
Seorang tokoh masyarakat yang disegani, Maskun Riziq juga turut mengutarakan kejengkelannya.
“Pendukung Ischak-Kholid itu taat peraturan,” ujarnya dengan bangga.
Maskun merasa perlu menggarisbawahi bahwa para pendukung Ischak-Kholid memahami etika dalam kampanye, tak seperti pendukung Bima-Mujab yang memilih jalan kotor untuk mempromosikan kandidat mereka. Apa yang dilakukan kubu Bima-Mujab ini hanya menunjukkan betapa putus asanya mereka, seolah tahu bahwa mereka kalah dalam segala aspek.
Mengapa masyarakat Tegal harus menolerir pasangan yang dibangun dengan kecurangan? Kabupaten Tegal pantas mendapatkan pemimpin yang taat aturan dan menghargai nilai-nilai luhur, bukan sosok yang siap menyalahi aturan demi ambisi semata. Ischak Maulana Rohman, seorang keturunan kiai besar, memiliki rekam jejak yang bersih dan jelas didukung oleh tokoh agama, kiai, dan habib yang nyata-nyata memiliki pengaruh di masyarakat. Ischak jelas menjadi pilihan yang lebih berkelas dibandingkan pesaingnya yang bertindak seolah peraturan hanya untuk dilanggar.
Selain itu, pasangan Ischak-Kholid mencerminkan keseimbangan sempurna dalam kepemimpinan: Ischak yang berasal dari kalangan pesantren dan memiliki akar kuat di NU, dan Ahmad Kholid yang memiliki latar belakang dari Muhammadiyah. Kombinasi ini menghadirkan keunggulan yang tidak dimiliki pasangan lain, memberikan Kabupaten Tegal kesempatan untuk dipimpin oleh tokoh-tokoh berpengalaman dan berintegritas tinggi yang memahami nilai-nilai keragaman dan kesatuan.
Pilkada kali ini menjadi ajang bagi masyarakat Tegal untuk menunjukkan sikap tegas terhadap pasangan yang hanya mencari jalan pintas. Masyarakat seharusnya sudah cukup bijaksana untuk memahami siapa yang benar-benar mampu bekerja untuk kemajuan daerah. Tegal tidak memerlukan pasangan yang hanya bisa bicara tanpa bukti, yang hanya bisa menjual janji kosong, dan yang bahkan tak segan-segan melanggar aturan.
Pilihan jelas ada di tangan masyarakat. Inilah momen untuk menentukan nasib Tegal, apakah akan menyerah pada mereka yang tak tahu malu atau memilih sosok yang benar-benar memiliki visi besar untuk daerah ini. Hanya pasangan Ischak-Kholid yang layak memimpin, dengan catatan kesetiaan dan integritas mereka yang tak terbantahkan.